LUWU TIMUR - Oleh Prof. Dr. Ir. Zakir Sabara HW, ST., MT., IPM., ASEAN Eng., APEC Eng. (Wakil Rektor 2 UMI Makassar)
Luwu Timur, Sulawesi Selatan — Dari jantung peradaban Luwu Raya yang legendaris, di antara pegunungan hijau dan air jernih Danau Matano yang menakjubkan, muncul satu suara kuat dari masyarakat: “Kami tidak minta istana, kami hanya ingin pintu langit yang membuka masa depan!”
Kabupaten Luwu Timur, wilayah yang menjadi tulang punggung energi, industri, dan peradaban di ujung timur Sulawesi Selatan, kini menyerukan kepada pemerintah pusat untuk memberikan izin pembangunan Bandara Komersial Luwu Timur. Bukan sekadar infrastruktur, tetapi gerbang strategis nasional yang akan menghubungkan tiga provinsi sekaligus — Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Tengah — melalui jalur udara yang cepat, efisien, dan aman.
Danau Matano: Keajaiban Dunia dari Luwu Timur
Dari wilayah ini pula berdiri kebanggaan bangsa — Danau Matano, danau terdalam ke-4 di dunia dan terdalam di Asia Tenggara, dengan kedalaman mencapai 590 meter. Airnya tetap jernih dan suci meski dikelilingi oleh aktivitas industri dan pertambangan sejak tahun 1968.
Selama 57 tahun eksplorasi tambang nikel oleh PT Vale (dahulu PT Inco) dan puluhan IUP lain di sekitarnya, Danau Matano dan tiga PLTA yang bersumber darinya tetap bersih dan lestari — sebuah keajaiban lingkungan hidup yang menjadi contoh nyata keseimbangan antara kemajuan industri dan kelestarian alam.
Tidak hanya itu, Danau Matano menjadi rumah bagi spesies endemik unik di dunia, baik ikan, udang, maupun tumbuhan langka di sepanjang 53 kilometer lingkar danau. Ia bukan sekadar perairan, tetapi identitas ekologis Indonesia di mata dunia.
Sumber Energi Nasional yang Tetap Menjaga Keseimbangan Alam
Luwu Timur menyuplai listrik dari tiga Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) bertingkat yang bersumber dari Danau Matano. Dengan sistem bersusun satu aliran sungai, wilayah ini menjadi contoh harmoni antara energi hijau dan konservasi lingkungan — model pembangunan yang seharusnya menjadi teladan nasional.
Namun ironisnya, wilayah sekuat dan sebersih ini belum memiliki bandara komersial yang representatif. Padahal dari sinilah energi mengalir untuk menopang industri nasional, dari nikel hingga listrik, dari PLTA hingga kawasan industri masa depan.
Bandara Luwu Timur: Pintu Langit untuk Tiga Provinsi
Pembangunan Bandara Komersial Luwu Timur bukan sekadar impian lokal, tetapi kebutuhan strategis nasional. Letak geografisnya yang berbatasan langsung dengan Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Tengah menjadikannya simpul udara paling efisien di bagian tengah-timur Sulawesi.
Dengan bandara yang representatif, Luwu Timur akan menjadi pusat konektivitas dan logistik tiga provinsi, mempercepat mobilitas orang, barang, pendidikan, dan pariwisata. Efek domino ekonominya akan menghidupkan kawasan industri hijau Sorowako, menggeliatkan UMKM, memperluas pariwisata Matano–Towuti–Mahalona, serta memperkuat rantai pasok nasional nikel dan energi.
Luwu Timur: Wajah Masa Depan Sulawesi Selatan
Luwu Timur bukan hanya wajah Bumi Batara Guru, tetapi halaman depan dan tulang punggung masa depan Sulawesi Selatan. Dari sinilah Indonesia Timur mengirim energi, menyalakan lampu, dan menjaga keseimbangan alam.
Masyarakat Luwu Timur tidak menuntut banyak—hanya meminta negara hadir dengan kebijakan yang adil dan visioner. Karena bandara bukan kemewahan, melainkan simbol kehadiran negara dan keadilan pembangunan.
Pesan dari Timur untuk Jakarta
“Berilah kami satu bandara, dan kami akan tunjukkan bagaimana Luwu Timur bisa menerbangkan masa depan Indonesia.”
— Suara masyarakat Luwu Timur, 2025.
